BuletinNews.com – Tulisan ini membahas secara sistematis dan analitis mengenai konsep dasar hukum pidana yang mencakup perbedaan antara hukum pidana materiil dan hukum pidana formil, fungsi preventif dan represif hukum pidana, serta klasifikasi rumusan delik dalam kaitannya dengan asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Melalui pendekatan normatif, tulisan ini bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai elemen-elemen penting dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.
1. Hukum Pidana Materiil dan Formil: Pengertian dan Penerapan
Pemahaman mengenai hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari pembedaan antara hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Keduanya merupakan fondasi dalam sistem peradilan pidana yang berfungsi secara sinergis.
Hukum pidana materiil adalah cabang hukum yang menetapkan norma-norma mengenai perbuatan yang dilarang dan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggarnya. Substansi hukum ini terkodifikasi dalam KUHP, antara lain dalam Pasal 362 yang mengatur mengenai tindak pidana pencurian. Sebagai contoh, apabila seseorang mengambil sepeda motor milik orang lain tanpa hak, maka ia telah melanggar ketentuan hukum pidana materiil.
Sebaliknya, hukum pidana formil adalah hukum acara pidana yang mengatur mekanisme penegakan hukum pidana materiil. Diatur dalam KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), hukum ini mencakup prosedur penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan. Melanjutkan contoh sebelumnya, setelah pelaku pencurian ditangkap, aparat penegak hukum mengikuti prosedur hukum formil untuk memproses perkaranya hingga putusan dijatuhkan oleh hakim.
Dengan demikian, hukum pidana materiil menentukan apa yang merupakan tindak pidana, sedangkan hukum pidana formil mengatur bagaimana tindak pidana tersebut ditangani dalam proses peradilan.
2. Fungsi Preventif dan Represif dalam Hukum Pidana
Dalam implementasinya, hukum pidana menjalankan dua fungsi utama: fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi ini saling mendukung dalam menjaga ketertiban hukum dan sosial.
Fungsi preventif bertujuan mencegah terjadinya tindak pidana melalui pengaturan norma hukum yang jelas disertai ancaman sanksi. Misalnya, ketentuan larangan membawa senjata tajam di tempat umum sebagaimana diatur dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951 bertujuan memberikan efek jera sebelum kejahatan terjadi.
Sementara itu, fungsi represif bertujuan memberikan sanksi atas tindak pidana yang telah terjadi, tidak hanya untuk menghukum pelaku tetapi juga mengembalikan ketertiban masyarakat. Contohnya adalah pemidanaan terhadap pelaku pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP.
Dari kedua fungsi ini dapat disimpulkan bahwa hukum pidana tidak hanya bersifat kuratif, melainkan juga preventif dalam menciptakan masyarakat yang tertib hukum.
3. Rumusan Delik dalam Perspektif Asas Legalitas
Prinsip asas legalitas sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa suatu perbuatan hanya dapat dipidana apabila telah diatur dalam undang-undang sebelum perbuatan itu dilakukan. Dalam kerangka ini, dikenal beberapa jenis rumusan delik, antara lain:
- Delik Formil: Menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang tanpa memperhatikan akibatnya. Contoh: Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
- Delik Materiil: Fokus pada akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pidana. Contoh: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
- Delik Aduan (Klachtdelict): Hanya dapat dituntut jika terdapat pengaduan dari korban. Contoh: Pasal 284 KUHP tentang perzinaan.
- Delik Biasa: Dapat dituntut tanpa pengaduan karena menyangkut kepentingan umum. Contoh: Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
- Delik Komisi dan Delik Omisi: Delik komisi adalah perbuatan aktif (misalnya mencuri), sedangkan delik omisi adalah kelalaian untuk bertindak sesuai kewajiban hukum (misalnya tidak memberi pertolongan, Pasal 531 KUHP).
Klasifikasi rumusan delik tersebut mencerminkan kompleksitas sistem hukum pidana dan pentingnya perumusan yang tegas dalam undang-undang untuk menjamin kepastian hukum.
Kesimpulan
Hukum pidana merupakan pilar penting dalam sistem hukum Indonesia yang terdiri atas dimensi materiil dan formil. Pemahaman yang baik terhadap kedua dimensi ini, beserta fungsi preventif dan represif serta rumusan delik yang berkaitan dengan asas legalitas, sangat krusial untuk menciptakan penegakan hukum yang adil dan efektif. Harmonisasi antara substansi hukum dan prosedur pelaksanaannya menjadi kunci dalam menjaga ketertiban dan keadilan sosial.
Daftar Pustaka
- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2021). Bahan Materi Pokok (BMP) HKUM4203 Hukum Pidana. Universitas Terbuka.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No. 8 Tahun 1981.
- Suratman, S. (2020). “Rumusan Delik dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia.” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 11(2), 115–129.
- Nurhayati, S. (2018). “Penerapan Delik Formil dan Delik Materiil dalam Penegakan Hukum Pidana.” Jurnal RechtsVinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 7(1), 45–60.
Komentar