BuletinNews.com – Proses adopsi bertujuan memberikan perlindungan hukum dan kesejahteraan anak. Namun, dalam praktiknya, sengketa hak asuh dapat timbul setelah adopsi disahkan. Artikel ini mengkaji studi kasus Maria dan Clara, yang menghadapi tuntutan dari ayah kandung setelah adopsi disetujui pengadilan. Analisis berfokus pada syarat adopsi berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia serta status hukum orang tua kandung pasca-adopsi. Hasil kajian menunjukkan bahwa setelah pengesahan adopsi, hak dan kewajiban orang tua kandung terhadap anak terputus, kecuali ditentukan lain oleh pengadilan. Oleh karena itu, tuntutan pengembalian anak oleh ayah kandung tanpa melalui mekanisme hukum tidak dapat dibenarkan.
Adopsi merupakan salah satu bentuk perlindungan anak yang bertujuan untuk menjamin hak anak atas pengasuhan dan kesejahteraan. Di Indonesia, adopsi diatur dalam berbagai peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak. Meskipun demikian, dalam praktiknya, dapat muncul sengketa antara orang tua kandung dan orang tua angkat mengenai hak asuh anak pasca-adopsi.
Studi kasus Maria dan Clara menjadi contoh nyata dinamika ini. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji syarat-syarat adopsi yang harus dipenuhi serta menganalisis status hak ayah kandung terhadap anak setelah adopsi disahkan.
Studi kasus, pada tahun 2024, Maria, seorang wanita berusia 32 tahun, resmi mengadopsi seorang anak perempuan berusia 5 tahun bernama Clara. Clara sebelumnya diasuh oleh ayah kandungnya yang tinggal di luar negeri setelah ibunya meninggal dunia akibat sakit. Dengan pertimbangan kesejahteraan Clara yang tidak dapat terpenuhi dengan baik, Maria — yang merupakan sahabat keluarga Clara — mengajukan permohonan adopsi ke pengadilan setempat. Proses tersebut berlangsung lancar hingga akhirnya Maria diakui secara hukum sebagai orang tua angkat Clara.
Namun, beberapa bulan setelah adopsi disahkan, Clara mengalami kecelakaan yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit. Mendengar kabar tersebut, ayah kandung Clara kembali dari luar negeri dan menuntut agar hak asuh Clara dikembalikan kepadanya.
Dari tinjauan hukum, tuntutan ayah kandung Clara tidak dapat dikabulkan begitu saja. Adopsi yang dilakukan Maria telah memenuhi syarat-syarat penting, yakni:
Kesamaan agama antara Maria dan Clara, sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 41 PP Nomor 54 Tahun 2007.
Persetujuan orang tua kandung dalam proses adopsi, yang harus dipenuhi, kecuali hak asuh telah dicabut melalui putusan pengadilan.
Permohonan adopsi melalui pengadilan dengan penetapan hukum sah.
Pemberitahuan asal-usul anak kepada Clara dengan memperhatikan kesiapan psikologis anak.
Pengawasan pemerintah atas proses tumbuh kembang anak angkat.
Kelayakan moral, mental, dan ekonomi dari Maria untuk menjamin kesejahteraan Clara.
Pernyataan tertulis bahwa adopsi dilakukan untuk kepentingan terbaik anak.
Berdasarkan ketentuan tersebut, setelah adopsi disahkan, seluruh hak dan kewajiban orang tua kandung terhadap anak berpindah kepada orang tua angkat. Ini ditegaskan dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Undang-Undang Perlindungan Anak yang berlaku.
Ayah kandung Clara tidak dapat secara sepihak membatalkan adopsi atau mengambil kembali hak asuh. Jika ingin membatalkan adopsi, ia harus mengajukan gugatan ke pengadilan dan membuktikan adanya pelanggaran hukum dalam proses adopsi, seperti penipuan atau penyimpangan prosedural — bukan semata-mata berdasarkan perubahan kehendak pribadi.
Dengan demikian, posisi hukum Maria sebagai orang tua angkat Clara tetap kuat dan sah, serta adopsi tersebut tidak dapat dibatalkan tanpa proses hukum yang ketat.
Referensi:
Rosa Agustina, dkk. (2024). Hukum Perdata (BMP HKUM4202). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya.
PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak.
Permensos No. 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
KUHPerdata (Burgelijk Wetboek).
Komentar