Banjarnegara, BuletinNews.com – Fenomena pergerakan tanah melanda Desa Ratamba, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sejak Selasa (21/1) hingga Rabu (22/1). Gerakan tanah ini menyebabkan amblesan dan retakan pada jalan penghubung Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Batur, serta mengakibatkan puluhan rumah rusak dan warga terpaksa mengungsi.
Berdasarkan hasil kaji cepat sementara BNPB, ditemukan lima titik rekahan dengan kedalaman amblesan antara 70 hingga 200 cm. Pergerakan tanah ini terus berkembang dari area ketinggian di timur menuju lereng ke barat.
Hingga Jumat (31/1), data sementara BNPB mencatat bahwa peristiwa ini telah merusak jalan kabupaten, menyebabkan 16 rumah mengalami rusak berat, serta mengancam 39 rumah lainnya. Beberapa rumah bahkan roboh dan terbenam ke dalam tanah hingga setengah bangunan, sementara beberapa lainnya hanya menyisakan atap.
Jaringan listrik juga mengalami kerusakan, membuat warga di sekitar lokasi terdampak mengalami pemadaman. Kondisi jalan kabupaten yang mengalami retakan pun tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan roda empat atau lebih.
Sebagai langkah cepat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara telah mengevakuasi warga terdampak ke dua desa terdekat. Sebanyak 62 jiwa diungsikan ke Kalireng, Ratamba, dan 7 jiwa ke Desa Biting. BPBD bersama instansi terkait, seperti Dinas Sosial, TNI, Polri, NGO, dan relawan, juga telah menyalurkan bantuan kebutuhan dasar serta mendirikan posko kesehatan dan trauma healing bagi warga terdampak.
Pemantauan terbaru dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah pada 25 Januari 2025 menunjukkan bahwa pergeseran lapisan tanah masih berlangsung. Indikasi ini terlihat dari jarak antar rumah yang semakin rapat serta bagian rumah yang terbenam lebih dalam.
Pergerakan tanah yang awalnya hanya 2 meter kini telah mencapai panjang 5 meter, dengan kedalaman rata-rata 3 meter. Selain itu, ditemukan pula genangan air akibat akumulasi beberapa mata air yang tertahan di lapisan lempung, semakin memperburuk kondisi tanah di lokasi tersebut.
Analisis sementara mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi menjadi salah satu pemicu utama pergerakan tanah ini. Data dari Stasiun Klimatologi Kelas I Jawa Tengah menunjukkan bahwa curah hujan di Banjarnegara mencapai lebih dari 300 mm pada dasarian II Januari 2025, yang masuk dalam kategori sangat tinggi.
Selain curah hujan, faktor lain yang berkontribusi adalah drainase yang belum sepenuhnya kedap air, menyebabkan air meresap dan menjenuhkan tanah. Ditambah dengan kondisi geologi berupa lapisan batulempung dari Formasi Kalibiuk (Tpb), tanah menjadi lebih mudah bergerak ke tempat yang lebih rendah.
Berdasarkan karakteristik material longsoran dan jenis pergerakannya, para ahli mengidentifikasi fenomena ini sebagai debris slide, dengan arah pergerakan ke barat daya. Jika curah hujan tetap tinggi dalam jangka waktu lama, kemungkinan besar pergerakan tanah susulan akan terus terjadi.
Sebagai langkah tanggap darurat, pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah menyiapkan hunian sementara (huntara) bagi warga yang kehilangan tempat tinggal. Targetnya, huntara ini dapat ditempati sebelum Idul Fitri 2025 pada awal April mendatang.
Selain itu, BNPB telah mengirimkan tim tenaga ahli untuk melakukan asesmen awal dan memberikan dukungan dalam fase tanggap darurat, termasuk perencanaan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Warga diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama selama musim hujan. Jika ditemukan retakan tanah atau tanda-tanda pergerakan, masyarakat diminta segera melapor kepada pihak berwenang dan menghindari aktivitas di sekitar area rawan.
Komentar