Tekan Angka Perceraian, Kemenag Tambah 600 Fasilitator BimWin

Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar

Jakarta, BuletinNews.com – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) terus berupaya memperkuat ketahanan keluarga dan menekan angka perceraian di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang akan dilakukan pada 2025 adalah menambah jumlah fasilitator Bimbingan Perkawinan (Bimwin) hingga 600 orang.

Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar, menjelaskan bahwa peningkatan jumlah fasilitator bertujuan untuk memperluas jangkauan program Bimwin bagi calon pengantin. Program ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam tentang kehidupan berumah tangga serta membantu mengurangi potensi konflik yang dapat berujung pada perceraian.

“Kami menargetkan 600 fasilitator Bimwin tahun depan agar lebih banyak pasangan calon pengantin mendapatkan pembekalan. Ini bagian dari komitmen Kemenag dalam membangun ketahanan keluarga,” ujarnya dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Fasilitator Bimwin Angkatan 1 dan 2 di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Salah satu penyebab utama tingginya angka perceraian di Indonesia adalah kurangnya pemahaman pasangan mengenai hak dan kewajiban dalam pernikahan. Oleh karena itu, fasilitator Bimwin memiliki peran penting dalam memberikan edukasi seputar komunikasi dalam rumah tangga, pengelolaan konflik, serta perencanaan keuangan keluarga.

Selain menambah jumlah fasilitator, Kemenag juga akan memperluas cakupan pelaksanaan Bimwin dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan cara ini, diharapkan lebih banyak pasangan calon pengantin yang bisa mendapatkan pembekalan meski berada di daerah terpencil.

Direktur Jenderal Bimas Islam, Abu Rokhmad, menegaskan bahwa menekan angka perceraian merupakan tantangan utama dalam program Bimwin. Menurutnya, tingginya angka perceraian bukan sekadar data statistik biasa, tetapi masalah sosial yang harus ditangani dengan pendekatan yang tepat.

“Angka perceraian yang tinggi ini bukan sekadar angka-angka biasa. Kita harus menanggapinya secara serius,” ujarnya saat membuka kegiatan.

Ia juga menekankan pentingnya metode penyuluhan yang sesuai dengan karakter pasangan calon pengantin, terutama yang masih berusia muda. Penyampaian informasi yang jelas dan menarik diharapkan dapat meningkatkan efektivitas program ini.

Lebih lanjut, Abu Rokhmad menegaskan bahwa peran fasilitator tidak berhenti pada tahap sebelum pernikahan, tetapi juga harus berlanjut setelah pasangan menikah. Kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti masjid, para kiai di desa, dan komunitas keagamaan, dinilai penting dalam membangun ketahanan keluarga yang lebih kuat.

“Bimwin harus menjadi bagian dari penyelesaian problematika sosial, seperti kawin anak, stunting, hingga perceraian,” pungkasnya.

Dengan peningkatan jumlah fasilitator, pemanfaatan teknologi, dan sinergi dengan berbagai pihak, diharapkan program Bimwin semakin efektif dalam membangun keluarga yang harmonis serta menekan angka perceraian di Indonesia.



Komentar