Teori Modern Sosiologi Hukum Soroti Dinamika Hukum dan Otonomi Daerah

Kolaka, BuletinNews.com – Perkembangan pendekatan dalam teori hukum kini semakin menekankan pentingnya dimensi sosiologis dalam memahami hukum. Dalam materi Teori Modern Sosiologi Hukum, hukum tidak lagi dipandang semata sebagai kumpulan teks normatif, tetapi juga sebagai produk sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Para pemikir hukum seperti Satjipto Rahardjo, Theo Huijbers, dan Bellefroid menjadi tokoh sentral dalam pendekatan ini. Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa asas hukum adalah jantung dari ilmu hukum dan harus menjadi sarana keadilan sosial. Theo Huijbers membedakan antara asas hukum objektif yang bersifat moral dan rasional dengan asas subjektif yang menitikberatkan pada hak individu. Sementara itu, Bellefroid menyatakan bahwa asas hukum merupakan norma dasar yang berasal dari hukum positif.

Pendekatan modern ini kemudian diterapkan dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kacamata teori sosiologi hukum modern, terdapat tiga poin utama yang menjelaskan hubungan antara hukum dan otonomi daerah:

1. Hukum sebagai Produk Sosial Lokal
Mengikuti gagasan Savigny dan Satjipto Rahardjo, hukum daerah seperti perda (peraturan daerah) adalah hasil dari kesadaran dan nilai lokal yang hidup dalam masyarakat.

2. Asas Hukum sebagai Petunjuk Praktis
Perda harus tetap berlandaskan asas hukum nasional namun disesuaikan dengan norma-norma lokal, sehingga menciptakan sinergi antara hukum pusat dan daerah.

3. Hukum sebagai Sarana Rekayasa Sosial
Otonomi daerah membuka ruang bagi rekayasa sosial melalui kebijakan hukum yang inovatif, seperti perlindungan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Meski demikian, implementasi hubungan ini tidak lepas dari tantangan, antara lain disharmoni regulasi pusat-daerah, potensi perda diskriminatif, hingga rendahnya kapasitas legislasi lokal.

Dengan demikian, teori modern sosiologi hukum menekankan bahwa hukum dalam konteks otonomi daerah bukan hanya instrumen legal-formal, melainkan juga representasi dari dinamika sosial dan budaya. Hukum yang responsif diharapkan mampu menciptakan keadilan lokal dalam bingkai hukum nasional yang utuh.

Sumber Referensi:
– Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
– Wahyudi, Dwi. (2016). “Otonomi Daerah dan Dinamika Peraturan Daerah di Indonesia.” Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3(1), hlm. 85–102.
– Yoyok Hendarso. (2022). Sosiologi Hukum (SOSI4416). Tangerang: Universitas Terbuka.



IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Komentar

Baca Juga: